Kontrak penyelenggaraan E‑Prix Jakarta di sirkuit Ancol telah mencapai titik akhir, memicu rumor bahwa kontrak tidak akan diperpanjang di lokasi tersebut. Ini mengharuskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan penyelenggara seperti Jakpro untuk mengevaluasi opsi venue alternatif yang bisa memenuhi standar internasional serta regulasi setempat. Dengan Ancol mungkin tidak lagi menjadi lokasi, pilihan di kawasan Monas dan komplek Gelora Bung Karno (GBK) muncul sebagai dua kandidat kuat karena faktor simbolis, kemudahan akses, dan profil lokasi yang ikonik untuk skala nasional maupun internasional.
Keunggulan dan kendala Monas sebagai venue alternatif
Monumen Nasional (Monas) sudah beberapa kali dipertimbangkan sebagai venue Formula E karena lokasinya sangat strategis di pusat Jakarta, simbol identitas kota, dan sudah pernah digunakan untuk acara‑acara besar dan pertunjukan publik seperti video mapping, festival budaya, dan peringatan Hari Ulang Tahun Jakarta. Kawasan Monas menyediakan ruang terbuka yang relatif besar dan visibilitas tinggi sehingga menarik perhatian media dan publik.
Namun regulasi menjadi kendala utama: Monas adalah kawasan cagar budaya dan memiliki regulasi dari pemerintah pusat lewat Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka, yang mengawasi izin untuk penggunaan area ini. Infrastruktur permukaan jalan (seperti cobblestone, karakter trotoar, aspal sementara) perlu banyak modifikasi agar memenuhi standar FIA untuk sirkuit jalanan balap, termasuk aspek keamanan, batas kecepatan, pengaspalan, serta akses evakuasi.
Kelebihan dan tantangan Komplek GBK sebagai venue alternatif
Komplek Gelora Bung Karno (GBK) menawarkan sejumlah keunggulan nyata bila dibandingkan Monas atau Ancol. Stadion Utama GBK punya kapasitas besar, sekitar 77.000‑78.000 tempat duduk, dengan fasilitas stadion kelas internasional, sistem pencahayaan tinggi (lux tinggi), dan akses transportasi relatif baik karena lokasinya di pusat kota serta akses jalan besar dan berbagai moda transportasi umum.
Area GBK juga sudah terbiasa menjadi host acara besar, konser, pertandingan olahraga internasional dan event publik lain, sehingga pengelolaan massa dan logistik sudah punya pengalaman. Namun, tantangan untuk mengubah GBK menjadi sirkuit jalanan adalah bahwa area stadion dan kompleks olahraga tidak dirancang sebagai trek balap mobil mendukung tikungan tajam khas jalanan, kebutuhan pit area, safety barrier, dan modifikasi jalan luar stadion bila ingin sirkuit tidak permanen dan melibatkan jalan umum sekitar. Ada juga isu regulasi penggunaan ruang stadion dan kompleks olahraga untuk jenis event balap yang memerlukan izin berbeda dan standar keselamatan tambahan.
Perbandingan Monas vs GBK: tabel evaluasi
Berikut tabel perbandingan Monas dan GBK sebagai venue alternatif Jakarta E‑Prix GBK Monas:
Aspek | Monas | GBK (Komplek Gelora Bung Karno) |
Lokasi / Simbol Kota | Sangat ikonik, pusat kota, landmark nasional | Juga sangat ikonik, pusat olahraga, sering digunakan event internasional |
Akses Transportasi | Dekat pusat, tapi beberapa jalan umum terbatas; perlu penanganan lalu lintas ekstra | Akses lebih baik ke jalan besar, lebih mudah integrasi transportasi umum & parkir lebih tersedia |
Regulasi & Perizinan | Kawasan cagar budaya, regulasi dari pemerintah pusat sulitnya izin modifikasi permanen | Regulasi lebih fleksibel untuk event, stadion punya izin rutin penggunaan massal |
Infrastruktur Jalan & Trek | Permukaan jalan seperti cobblestone; banyak jalan umum perlu modifikasi; pit area harus dibangun sementara | Sudah ada fasilitas stadion; pit area stadion bisa dipakai; modifikasi luar stadion tetap dibutuhkan jika sirkuit melibatkan jalan umum sekitar |
Kapasitas Penonton | Area terbuka Monas bisa menampung banyak orang, tapi fasilitas tribun tentatif | Kapasitas stadion besar ±78.000, duduk, fasilitas VVIP, sistem pencahayaan dan keamanan sudah tinggi |
Pengalaman Pengelolaan Event Besar | Pernah banyak event publik, festival, konser, tapi belum event balap besar secara rutin | Sudah terbiasa dengan event olahraga dan konser besar, logistik dan keamanan relatif lebih mapan |
Analisis peluang dan rekomendasi ke depan
Melihat perbandingan di atas, peluang bahwa venue alternatif untuk Jakarta E‑Prix bisa berada di Monas atau GBK sangat nyata, namun dengan catatan bahwa GBK memiliki keunggulan signifikan dalam hal infrastruktur yang sudah mapan dan kapasitas penonton yang besar serta akses transportasi yang relatif lebih mudah dikelola. Sementara Monas lebih menarik dari sisi simbol dan visual, namun menghadapi kendala regulasi yang lebih berat dan kebutuhan modifikasi yang invasif ke area cagar budaya, yang bisa memicu pro dan kontra.
Jika memilih Monas, event organizer harus mendapatkan izin dari pemerintah pusat, melakukan survei dampak budaya dan menghormati kelestarian lingkungan dan landmark. Jika memilih GBK, penyesuaian harus dilakukan infrastruktur jalan sekitarnya, penataan lalu lintas, dan pembangunan pit area sementara serta pengamanan ekstra agar memenuhi standar FIA untuk event balap.
FAQ (Frequently Asked Questions)
A1: Ya, secara teori Monas bisa menjadi alternatif venue Formula E karena lokasinya yang sangat strategis dan visibilitasnya sebagai ikon Jakarta. Namun secara praktis, Monas menghadapi kendala regulasi dari pemerintah pusat karena statusnya sebagai kawasan cagar budaya dan perlunya izin khusus untuk modifikasi jalan atau struktur trek balap. Selain itu, ada kebutuhan besar untuk memperbaiki permukaan jalan dan keamanan trek agar memenuhi standar FIA.
A2: Berdasarkan evaluasi regulasi dan infrastruktur, GBK lebih besar kemungkinannya dipilih karena kesiapan infrastrukturnya dan fleksibilitas perizinan. Namun jika Pemprov dan penyelenggara berhasil menyelesaikan isu regulasi dan mendapatkan dukungan penuh pihak terkait, Monas tetap punya peluang karena ikon dan nilai promosi tinggi.