Saat berkunjung ke bali, pura luhur uluwatu sering menjadi destinasi wajib, pura ini tidak hanya terkenal karena pemandangan matahari terbenamnya yang spektakuler, tetapi juga karena lokasinya yang ikonik di atas tebing karang setinggi 70 meter. Namun dibalik keindahan itu sendiri terdapat keindahan visualnya, tersimpan Sejarah Pura Uluwatu yang kaya dan penuh dengan makna spiritual. Pura ini adalah salah satu dari sembilan pura kahyangan jagat, pura-pura utama di bali yang dipercaya melindungi pulau dari roh jahat
Jejak sejarah pura luhur uluwatu
Sejarah pura tidak bisa dilepaskan dari peran dua tokoh suci yang sangat dihormati dalam tradisi hindu bali
1. Mpu kuturan: pendiri awal pura (abad ke-11)
Menurut beberapa sumber, cikal bakal pura uluwatu sudah ada sejak (abad ke-11), pura ini diperkirakan dibangun oleh seorang pendeta suci bernama mpu kuturan, beliau datang dari jawa ke bali untuk menyebarkan ajaran hindu. Mpu kuturan dikenal sebagai tokoh yang berhasil menyatukan berbagai sekte hindu di bali, dan mendirikan beberapa pura penting, termasuk pura uluwatu sebagai pusat spiritual
2. Dang hyang nirartha: penyempurna pura (abad ke-16)
Sosok yang paling erat dengan pura uluwatu adalah dang hyang nirartha, seorang pendeta hindu dari kerajaan daha, jawa timur. Beliau datang ke bali pada (abad ke-16) dan melakukan perjalannya, beliau melakukan pemugaran dan penyempurnaan beberapa pura, termasuk pura uluwatu
Kisah paling terkenal adalah Dang hyang nirartha mencapai moksa (penyatuan dengan tuhan) di pura ini, peristiwa ini menjadikan pura luhur uluwatu semakin dihormati dan dianggap sebagai tempat suci yang sangat sakral, hingga kini, pura uluwatu menjadi salah satu tujuan utama umat hindu untuk bersembahyang
Arsitektur dan Filosofi Pura
Nama “Uluwatu” sendiri memiliki makna yang mendalam. “Ulu” berarti “ujung” atau “kepala,” dan “watu” berarti “batu.” Secara harfiah, namanya bisa diartikan sebagai “pura di ujung batu.” Lokasinya yang dramatis di tebing curam bukan kebetulan. Pura ini didedikasikan untuk pemujaan Dewa Rudra, salah satu manifestasi Dewa Siwa, yang dipercaya menjaga Bali dari arah barat daya.
Arsitektur Pura Uluwatu mengikuti konsep Tri Mandala, yang membagi area pura menjadi tiga bagian:
- Nista Mandala: Halaman luar pura, tempat pengunjung dan melihat pertunjukan tari Kecak berada.
- Madya Mandala: Halaman tengah, gerbang menuju area suci.
- Utama Mandala: Area utama yang paling sakral, hanya boleh dimasuki oleh umat Hindu yang akan bersembahyang.
Pura Uluwatu Hari Ini: Harmoni Budaya dan Keindahan Alam
Saat ini, Pura Uluwatu berfungsi ganda sebagai tempat ibadah dan destinasi wisata di bali. Setiap sore, ribuan pengunjung datang untuk menyaksikan keajaiban matahari terbenam. Pada saat yang sama, pertunjukan tari Kecak yang dramatis dengan latar belakang pura dan Samudra Hindia menjadi daya tarik utama yang tak terlupakan.
Selain keindahan alam dan budaya, pengunjung juga akan berinteraksi dengan monyet-monyet yang dikenal usil namun cerdas. Monyet-monyet ini dipercaya sebagai penjaga pura, menambah keunikan pengalaman berwisata di sini.
Hal Penting yang Perlu Diketahui Sebelum Mengunjungi Pura Uluwatu:
- Pakaian: Kenakan pakaian sopan. Jika Anda menggunakan celana pendek atau rok mini, Anda akan diminta menggunakan sarung dan selendang yang disediakan di pintu masuk.
- Waktu Kunjungan: Waktu terbaik adalah sore hari, sekitar pukul 17.00, untuk menikmati matahari terbenam dan pertunjukan tari Kecak.
- Monyet: Hati-hati dengan barang bawaan Anda (kacamata, topi, perhiasan, ponsel) karena monyet-monyet disini sangat tertarik dengan benda-benda tersebut.
FAQ mengenai sejarah pura uluwatu
Waktu terbaik adalah sore hari, antara pukul 17.00 hingga 18.30. Ini adalah waktu terbaik untuk menikmati pemandangan matahari terbenam yang paling indah dan kemudian menyaksikan pertunjukan tari Kecak.
Pura Uluwatu adalah tempat ibadah suci bagi umat Hindu. Meskipun dibuka untuk umum sebagai tempat wisata, pengunjung diharapkan tetap menghormati kesakralan pura dengan menjaga sikap dan mengenakan pakaian yang sopan.
Monyet-monyet ini dipercaya sebagai penjaga Pura. Mereka telah berinteraksi dengan manusia selama berabad-abad dan menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem di sana.
Tidak. Area utama mandala (area paling suci) hanya boleh dimasuki oleh umat Hindu yang akan bersembahyang. Pengunjung umum hanya diizinkan berada di area luar
Harga tiket masuk untuk turis domestik dan mancanegara biasanya berbeda. Begitu juga dengan tiket pertunjukan tari Kecak yang dijual terpisah. Sebaiknya cek informasi harga terbaru di situs resmi atau loket tiket